PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Ch. A. Van Ophuysen, penyempurnaannya berkali-kali diusahakan. Pada tahun 1938 selama Kongres Bahasa Indonesia yang pertama kali di Solo, disarankan agar ejaan Indonesia lebih banyak diinternasionalkan.
Pada tahun 1947, Soewandi selaku Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, menetapkan dalam surat keputusannya tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A bahwa perubahan ejaan bahasa Indonesia dengan maksud membuat ejaan yang berlaku menjadi lebih sederhana. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan Ejaan Republik. Beberapa usul yang diajukan oleh panitia menteri itu belum dapat diterima karena masih harus ditinjau lebih jauh lagi. Namun, sebagai langkah utama dalam usaha penyederhanaan dan penyelarasan ejaan dengan perkembangan bahasa, keputusan Soewandi pada masa pergolakan revolusi itu mendapat sambutan baik.
Kongres Bahasa Indonesia Kedua, yang diprakarsai Menteri Moehammad Yamin, diselenggarakan di Medan pada tahun 1954. Masalah ejaan timbul lagi sebagai salah satu mata pertemuan itu. Kongres itu mengambil keputusan supaya ada badan yang menyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Panitia yang dimaksud (Priyono-Katoppo, Ketua) yang dibentuk oleh Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat keputusannya tanggal 19 Juli 1956, No. 44876/S, berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957 setelah bekerja selama setahun.
Sesuai dengan laju pengembangan nasional, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan yang pada tahun 1968 menjadi Lembaga Bahasa Nasional, dan akhirnya pada tahun 1975 menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, menyusun program pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh. Didalam hubungan ini, panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (A.M. Moeliono, ketua) yang disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto, sejak tahun 1966 dalam surat keputusannya tanggal 19 September 1967, No. 062/1967, menyusun konsep yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Konsep itu ditanggapi dan dikaji oleh kalangan luas di seluruh tanah air selama beberapa tahun. Atas permintaan ketua Gabungan V Komando Operasi Tertinggi (KOTI), rancangan peraturan ejaan tersebut dipakai sebagai bahan oleh tim Ahli Bahasa KOTI dalam pembicaraan mengenai ejaan dengan pihak Malaysia di Jakarta pada tahun 1966 dan di Kuala Lumpur pada tahun 1967.
Dalam Komite Bersama yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri, dan Menteri Pelajaran Malaysia, Hussen Onn, pada tahun 1972 rancangan tersebut disetujui untuk dijadikan bahan usaha bersama dalam pengembangan bahasa nasional kedua negara. Setelah adanya rancangan itu, dilengkapi dengan Seminar Bahasa Indonesia di Puncak pada tahun 1972, dan diperkenalkan secara luas oleh sebuah panitia antardepartemen (Ida Bagus Mantra, Ketua dan Lukman Ali, Ketua Kelompok Teknis Bahasa) yang ditetapkan dengan surat keputusan Menteri pendidikan dan Kebudayaan tanggal 20 Mei 1972, No. 03/A.I/72, maka pada hari Proklamasi Kemerdekaan tahun itu juga diresmikanlah aturan ejaan yang baru itu berdasarkan keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, dengan nama Ejaan yang Disempurnakan. Namun, perkembangan ejaan juga terus disempurnakan mengingat bahwa bahasa itu senantiasa berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sampai pada saat ini revisi Ejaan yang Disempurnakan sudah berlangsung selama dua kali yaitu pada tahun 1987 dan tahun 2009.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia?
2. Mengapa ejaan dalam bahasa Indonesia perlu disempurnakan?
3. Bagaimana perbandingan antara EYD 1975, EYD 1987, dan EYD 2009?
C. Tujuan
1. Mengetahui tahapan penyempurnaan ejaan bahasa Indonesia.
2. Mengetahui alasan-alasan perlunya dilakukan penyempurnaan ejaan.
3. Mengetahui perbandingan EYD dengan EYD terbaru.
PEMBAHASAN
A. Penyempurnaan Ejaan
Ejaan adalah cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa (Tarigan,1986:7). Ejaan-ejaan dalam bahasa Indonesia mengalami beberapa usaha untuk penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini diawali dari cikal bakal ejaan bahasa Indonesia yang berasal dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan Van Ophuijsen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Polisieyd (2010), menyatakan bahwa perkembangan ejaan bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan Van Ophuijsen itu secara resmi diakui pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu.
a. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
b. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
c. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
d. Tanda diakritik seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
Tetapi usaha ke arah penyempurnaan juga diusahakan berkali-kali. Selama kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo (1938), disarankan agar ejaan Bahasa Indonesia lebih diinternasionalkan lagi.
Ejaan ini dipilih pemerintah Indonesia dimasa awal kemerdekaan untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan ini resmi menggantikan ejaan Van Ophuijsen dengan adanya Surat Keputusan Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg A; Suwandi waktu itu menjabat menteri PP dan K. Karena berdekatan dengan proklamasi, ejaan ini disebut Ejaan Republik. Penamaan ini sekaligus menunjukkan semangat kemerdekaan yang baru berumur hampir dua tahun. Ciri-ciri ejaan ini yaitu.
a. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.awalan di- dan kata depan di ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya, misalkan dipasar, dipukul, dibaca.
Pada akhir 1959 sidang keputusan antara Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Melindo merupakan kepanjangan dari Melayu—Indonesia. Ejaan Melindo ini dikenal pada akhir tahun 1959. Peresmian ejaan ini batal karena faktor perkembangan politik pada tahun-tahun berikutnya. Ejaan dengan nama Melayu—Indonesia ini tentu tidak hanya berkaitan dengan Republik Indonesia, melainkan juga dengan negeri tetangga kawasan Melayu, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Ejaan bahasa Indonesia yang hingga kini masih berlaku adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Lebih dari 30 tahun ejaan ini dipertahankan. Ejaan ini diresmikan pemakaiannya pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia, yaitu almarhum Presiden Soeharto. Peresmian ini dikuatkan dengan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan ejaan :
Indonesia Pra-1972 | Malaysia Pra-1972 | Sejak 1972 |
Tj | ch | C |
Dj | j | J |
Ch | kh | Kh |
Nj | ny | Ny |
Sj | sh | Sy |
J | y | Y |
oe* | u | U |
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".
Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan ‘di’ pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
B. Ejaan Yang Disempurnakan
Menurut Sumarjono Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.0196/U/1975 | Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0543a/U/1987 | Menurut Jumadiana Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.46 Tahun 2009 |
I. Pemakaian Huruf a. Abjad b. Vokal c. Diftong d. Konsonan e. Persukuan f. Nama Diri II. Penulisan Huruf a. Huruf Besar atau Huruf Kapital b. Huruf Miring III. Penulisan Kata a. Kata Dasar b. Kata Turunan c. Kata Ulang d. Gabungan Kata e. Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya f. Kata Depan di, ke, dan dari g. Kata si dan sang h. Partikel i. Angka dan Lambang Bilangan IV. Penulisan Unsur Serapan V. Tanda Baca a. Tanda Titik (.) b. Tanda Koma (,) c. Tanda Titik Koma (;) d. Tanda Titik Dua (:) e. Tanda Hubung (-) f. Tanda Pisah (-) g. Tanda Elipsis (.....) h. Tanda Tanya (?) i. Tanda Seru (!) j. Tanda Kurung( ) k. Tanda Kurung Siku ( [ ] ) l. Tanda Petik (“ “) m. Tanda Petik Tunggal (‘ ‘) n. Tanda Ulang (..........2) (angka 2 biasa) o. Tanda Garis Miring ( / ) p. Tanda Penyingkat (Apostrof) (‘) | I. Pemakaian Huruf a. Abjad b. Vokal c. Konsonan d. Diftong e. Gabungan Huruf Konsonan f. Pemenggalan Kata II. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring a. Huruf Kapital dan Huruf Besar b. Huruf Miring III. Penulisan Kata a. Kata Dasar b. Kata Turunan c. Kata Ulang d. Gabungan Kata e. Kata Ganti ku, kau, mu, nya f. Kata Depan di, ke, dan dari g. Kata si dan sang h. Partikel i. Singkatan dan Akronim j. Angka dan Lambang Bilangan IV. Penulisan Unsur Serapan V. Pemakaian Tanda Baca a. Tanda Titik (.) b. Tanda Koma (,) c. Tanda Titik Koma (;) d. Tanda Titik Dua (:) e. Tanda Hubung (-) f. Tanda Pisah (-) g. Tanda Elipsis (.....) h. Tanda Tanya (?) i. Tanda Seru (!) j. Tanda Kurung ( ) k. Tanda Kurung Siku ( [ ] ) l. Tanda Petik (“ “) m. Tanda Petik Tunggal (‘ ‘) n. Tanda Garis Miring ( / ) o. Tanda Penyingkat (Apostrof) (’) | I. Pemakaian Huruf a. Abjad b. Vokal c. Konsonan d. Diftong e. Gabungan Huruf Konsonan f. Huruf Kapital g. Huruf Miring h. Huruf Tebal II.Penulisan Kata a. Kata Dasar b. Kata Turunan c. Bentuk Ulang d. Gabungan Kata e. Suku Kata f. Kata Depan di, ke, dari g. Partikel h. Singkatan dan Akronim i. Angka dan Bilangan j. Kata ganti ku, kau, mu, nya k. Kata si dan sang III. Pemakaian tanda baca a. Tanda Titik (.) b. Tanda Koma (,) c. Tanda Titik Koma (;) d. Tanda Titik Dua (:) e. Tanda Hubung (-) f. Tanda Pisah (-) g. Tanda Elipsis (.....) h. Tanda Tanya (?) i. Tanda Seru (!) j. Tanda Kurung ( ) k. Tanda Kurung Siku ( [ ] ) l. Tanda Petik (“ “) m. Tanda Petik Tunggal (‘ ‘) n. Tanda Garis Miring ( / ) o. Tanda Penyingkat (Apostrof) (’) IV. Penulisan Unsur Serapan |
1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut :
a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, z.
2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u. Tetapi, Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya.
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
5. Gabungan Huruf Konsonan
Didalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
6. Pemenggalan Kata
· Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.
a. Jika ditengah kata ada huruf vokal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan diantara kedua huruf vokal itu. Misalnya: bu-ah
b. Huruf diftong ai, au, dan oi tidak dipenggal. Misalnya: pan-dai
c. Jika ditengah kata dasar ada huruf konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) diantara dua buah huruf vokal, pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu. Misalnya:ba-pak
d. Jika ditengah kata dasar ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Misalnya: Ap-ril
e. Jika ditengah kata dasar ada tiga huruf konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi, pemenggalannya dilakukan diantara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya: ul-tra.
· Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran, atau partikel dilakukan diantara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel itu. Misalnya: ber-jalan
· Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalannya dilakukan diantara unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan itu dipenggal seperti pada kata dasar. Misalnya: bio-grafi, bi-o-gra-fi.
Istilah pemenggalan kata ini terdapat dalam EYD 1987 dan EYD 2009, sedangkan dalam EYD 1972 dikenal dengan nama persukuan.
7. Huruf Kapital
a. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya: Dia membaca buku.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya: Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya: Islam, Quran
d. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra Yamin
e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
f. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu. Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik
g. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya. Misalnya: Sidang itu dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
h. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu. Misalnya: Berapa orang camat yang hadir dalam rapat itu?
i. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya: Amir Hamzah
j. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya: bangsa Eskimo, suku Sunda, bahasa Indonesia
k. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya: pengindonesiaan, kata asing keinggris-inggrisan, kejawa-jawaan
l. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya. Misalnya: tahun Hijriah tarikh Masehi
m. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama peristiwa sejarah. Misalnya: Perang Candu
n. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama. Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
o. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi. Misalnya: Banyuwangi, Asia Tenggara
p. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi. Misalnya: Bukit, Barisan, Danau, Toba
q. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya. Misalnya: ukiran Jepara, pempek Palembang
r. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi. Misalnya: berlayar ke teluk mandi di sungai menyeberangi selat berenang di danau
s. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis. Misalnya: nangka belanda
t. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk. Misalnya: Republik Indonesia
u. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi. Misalnya: beberapa badan hukum
v. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa
w. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
x. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan nama diri. Misalnya: Dr. Doktor
y. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan. Misalnya: Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
z. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan. Misalnya: Sudahkah Anda tahu?
8. Huruf Miring
a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama karangan Prapanca.
b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya: Huruf pertama kata abad adalah a
c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
d. Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia. Misalnya: Negara itu telah mengalami empat kali kudeta.
9. Huruf Tebal
a. Huruf tebal dalam cetakan dipakai untuk menuliskan judul buku, bab, bagian bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan lampiran Misalnya.
Judul : HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
Bab : BAB I PENDAHULUAN
b. Huruf tebal tidak dipakai dalam cetakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu digunakan huruf miring. Misalnya: Akhiran –i tidak dipenggal pada ujung baris. Saya tidak mengambil bukumu
c. Huruf tebal dalam cetakan kamus dipakai untuk menuliskan lema dan sublema serta untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi. Misalnya: kalah v 1 tidak menang ...2 kehilangan atau merugi ...; 3 tidak lulus ... ; 4 tidak menyamai mengalah v mengaku kalah mengalahkan v 1 menjadikan kalah ...; 2 menaklukkan ...; 3 menganggap kalah ... terkalahkan v dapat dikalahkan ...
10. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: Buku itu sangat menarik.
11. Kata Turunan
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: berjalan
b. Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia. Misalnya: mem-PHK-kan
c. Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. Misalnya: bertepuk tangan
d. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: dilipatgandakan
e. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya: adipati dwiwarna paripurna.
12. Bentuk Ulang
a. Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung di antara unsur-unsurnya. Misalnya: anak-anak mata-mata
b. Awalan dan akhiran ditulis serangkai dengan bentuk ulang. Misalnya: kekanak-kanakan.
13. Gabungan Kata
a. Unsur-unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya: duta besar model linear
b. Gabungan kata yang dapat menimbulkan kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: anak-istri Ali anak istri-Ali
c. Gabungan kata yang dirasakan sudah padu benar ditulis serangkai. Misalnya: acapkali.
14. Kata depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada. Misalnya: Bermalam sajalah di sini.
15. Partikel
a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik!
b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa pun permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
c. Partikel per yang berarti ‘demi’, ‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
16. Singkatan dan Akronim
Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu. Misalnya: A.H. Nasution Abdul Haris Nasution
b. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya: DPR Dewan Perwakilan Rakyat
c. Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda titik. Misalnya: jml. Jumlah
d. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan tanda titik. Misalnya: dll. dan lain-lain
e. Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan dalam suratmenyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik. Misalnya: u.p. untuk perhatian.
Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
a. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik. Misalnya: LIPI ; Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
b. Akronim nama diri yang berupa singkatan dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital. Misalnya: Bulog Badan Urusan Logistik
c. Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: pemilu ; pemilihan umum.
17. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
a. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan. Misalnya: Mereka menonton drama itu sampai tiga kali.
b. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat. Misalnya: Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
c. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya: Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
d. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah. Misalnya: 0,5 sentimeter tahun 1928
e. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar. Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15
f. Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci. Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252
g. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
· Bilangan utuh Misalnya: dua belas (12)
· Bilangan pecahan Misalnya: setengah (1/2)
h. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut. Misalnya: pada awal abad XX (angka Romawai kapital)
i. Penulisan bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara berikut. Misalnya: lima lembar uang 1.000-an (lima lembar uang seribuan)
j. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi). Misalnya: Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
k. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya: Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen).
18. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Buku ini boleh kaubaca.
19. Kata si dan sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Surat itu dikembalikan kepada si pengirim.
20. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: a. III. Departemen Pendidikan Nasional
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya: pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
d. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit. Misalnya: Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920.
e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
f. Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan.
21. Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali. Misalnya: Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
c. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Kalau ada undangan, saya akan datang.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu. Misalnya: Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah, aduh,dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: O, begitu?
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
g. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
h. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya: Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta Surabaya, 10 Mei 1960 Tokyo, Jepang.
i. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya: Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir. Misalnya: Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya: B. Ratulangi, S.E.
l. Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m
m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
n. Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca atau salah pengertian di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini.
22. Tanda Titik Koma (;)
a. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara. Misalnya: Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku-buku yang baru dibeli ayahnya.
b. Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
c. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung. Misalnya: Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan jeruk.
23. Tanda Titik Dua (:)
a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemberian. Misalnya: Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
b. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Misalnya: a. Ketua : Ahmad Wijaya
c. Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya: Ibu : "Bawa kopor ini, Nak!"
d. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya: Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
24. Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya: Di samping cara lama diterapkan juga cara baru ….
b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya pada pergantian baris. Misalnya: Kini ada cara yang baru untuk mengukur panas.
c. Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang. Misalnya: anak-anak
d. Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu. Misalnya: 8-4-2008
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
· se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
· ke- dengan angka,
· angka dengan -an,
· kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
· kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
· gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya: se-Indonesia
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash
25. Tanda Pisah (─)
a. Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan diluar bangun utama kalimat. Misalnya: Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan. Keberhasilan itu─saya yakin─dapat dicapai kalau kita mau berusaha keras.
b. Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya: Rangkaian temuan ini─evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom─telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'. Misalnya: Tahun 1928─2008
26. Tanda Tanya (?)
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya: Kapan dia berangkat?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Dia dilahirkan pada tahun 1963 (?).
27. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat. Misalnya: Alangkah indahnya taman laut ini!
28. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya: Kalau begitu ..., marilah kita laksanakan.
b. Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
29. Tanda Petik (" ")
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain. Misalnya: Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya: Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya: Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
30. Tanda Petik Tunggal (' ')
a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat didalam petikan lain. Misalnya: Tanya dia, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan. Misalnya: terpandai 'paling' pandai , retina 'dinding mata sebelah dalam', mengambil langkah seribu ‘lari pontang-panting' , tinggi hati ‘sombong, angkuh'.
c. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing. Misalnya: feed-back 'balikan'
31. Tanda Kurung (( ))
a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya: Anak itu tidak memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
b. Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat. Misalnya: Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
c. Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya didalam teks dapat dihilangkan. Misalnya: Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain.
d. Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci urutan keterangan. Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah (a) bahan baku, (b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
32. Tanda Kurung Siku ([ ])
a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya: Ia memberikan uang [kepada] anaknya.
b. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
33. Tanda Garis Miring (/)
a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau tahun ajaran. Misalnya: No. 7/PK/2008
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan ataupun. Misalnya: dikirimkan lewat darat/laut 'dikirimkan lewat darat atau lewat laut'
34. Tanda Penyingkat atau Apostrof (')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Dia 'kan sudah kusurati. ('kan: bukan)
35. Persukuan
Setiap suku kata Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Vokal itu dapat didahului atau diikuti oleh konsonan.
a. Bahasa Indonesia mengenal empat macam pola umum suku kata:
· V a-nak,i-tu,ba-u
· VK ar-ti,ma-in,om-bak
· KV ra-kit,ma-in,i-bu
· KVK pin-tu,hi-lang,ma-kan
b. Di samping itu,bahasa Indonesia memiliki pola suku kata yang berikut:
· KKV pra-ja,sas-tra,in-fra
· KKVK blok,tra-tor,prak-tis
· VKK eks,ons
· KVKK teks,pers,kon-teks
· KKVKK kom-pleks
· KKKV stra-te-gi,in stru-men
· KKKVK struk-tur,insruk-tur
Keterangan: V = vokal, K = konsonan
c. Pemisahan suku kata pada kata dasar adalah sebagai berikut:
· Kalau ditengah kata ada dua vokal yang berurutan pemisahan tersebut dilakukan di antara vokal itu. Misalnya: ma-in,sa-at,bu-ah.
· Kalau ditengah kata ada konsonan diantara dua vokal, pemisahan tersebut dilakukan sebelum konsonan itu. Misalnya: a-nak,ba-rang,su-lit.
Karena ng, ny, sy, dan kh melambangkan satu konsonan, gabungan huruf itu tidak pernah di ceraikan sehingga pemisahan suku kata terdapat sebelum atau sesudah pasangan huruf itu.
· Kalau ditengah kata ada dua konsonan yang berurutan, pemisahan tersebut terdapat diantara konsonan itu. Misalnya: man-di,som-bong,swas-ta,ca-plok,ap-ril.
· Kalau ditengah kata ada tiga konsonan atau lebih, pemisahan tersebut dilakukan di antara konsonan yang pertama dengan yang kedua. Misalnya: in-stru-men, ul-fra, bang-krut, ben-trok.
d. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk dan partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya dalam penyukuhan kata dipisahkan sebagai satu kesatuan. Misalnya: ma-ka-nan, me-me-nuh-i, bel-a-jar
36. Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, Cina, dan Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi dua kelompok besar. Pertama, unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan de l'homme par l'homme. Unsur-unsur itu dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi cara pengucapan dan penulisannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang penulisan dan pengucapannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tentang penyempurnaan ejaan dapat di ambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Ejaan adalah cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.
2. Ejaan-ejaan dalam bahasa Indonesia mengalami beberapa usaha untuk penyempurnaan. Perkembangan ejaan ini diawali dari cikal bakal ejaan bahasa Indonesia yang berasal dari Kitab Logat Melayu, yaitu ejaan Van Ophuijsen hingga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
3. Ejaan dalam bahasa Indonesia perlu adanya penyempurnaan mengingat perkembangan bahasa yang semakin meningkat.
4. Tahapan penyempurnaan ejaan antara lain :
5. Dalam EYD 1975 belum ada penulisan singkatan dan akronim serta pemakaian huruf tebal.
6. Dalam EYD 1987 belum ada pemakaian huruf tebal.
7. Ejaan dalam bahasa Indonesia mengalami revisi sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1987 dan tahun 2009.
DAFTAR PUSTAKA
Jumadiana. 2010. “Permendiknas No.46 Tahun 2009”. http://jumadiana.files.wordpress.com/2010/09/Permendiknas-46-2009-eyd.pdf. (diakses september 2010).
Polisieyd. 2010. “Penyempurnaan Ejaan”. http//polisieyd blogspot.com/ dari_ejaan_van_ophuijsen_hingga_eyd.html. (diakses September 2010).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumarjono. 2010. “Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.0196/U/1975”. http://blog.uny.ac.id/Sumarjono/files/2010/10/kep-mendiknas-eydbhs-ind.pdf. (Diakses Oktober 2010).
Tarigan. 1986. Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung : Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar